Senin, 31 Juli 2017

Erau International Folklore And Art Festival ( EIFAF)


Belimbur
            Erau International Folklore And Art Festival ( EIFAF) di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dilaksanakan setiap tahunnya dengan meriah, apalagi saat proses mengulur naga dan setelah itu diadakan belimbur.
Saat rombongan Keraton yang membawa Naga Bini dan Naga Laki ke Kutai Lama. Bini diartikan dalam bahasa Indonesia yaitu Perempuan, namun karena naga merupakan hewan maka ia disebut betina. Sedangkan Laki diartikan dalam bahasa Indonesia yaitu Laki-laki, namun karena ia hewan maka ia disebut jantan. Kutai Lama adalah desa di Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur..
Pada awal abad ke-13, Kutai Lama merupakan pusat dari kerajaan Kutai sebelum akhirnya pindah ke ibu kota Kutai Kartanegara di Tenggarong. Kutai Lama sendiri, sampai saat ini masih terdapat situs peninggalan kerajaan tersebut.
 Di depan Keraton Kutai, beberapa rangkaian ritual dilaksanakan dimulai dengan beumban, begorok, rangga titi, dan berakhir dengan Belimbur. Dalam rangkaian ritual yang dilaksanakan, Belimbur merupakan acara puncak dari rangkaian ritual ini.

 Dalam ritul Belimbur, seluruh masyarakat antusias mengikuti Belimbur dengan suka cita dan keceriaan sambil basah-basahan, serta tidak boleh marah bila disiram. Hal ini juga menjadi ajang masyarakat untuk memperkuat tali silaturahmi antar warga dengan berpartisipasi dalam ritual Belimbur. Air yang digunakan yaitu air dari sungai Mahakam dan air bersih PDAM. Belimbur baru bisa dilaksanakan ketika rombongan Keraton yang mengulur Naga Bini dan Naga Laki ke Kutai lama dan kembali ke Tenggarong, semua kampung atau desa yang dilewatipun mulai melaksanakan acara puncak Erau yaitu belimbur.
Hasil gambar untuk belimbur
Pada masa sekarang, tradisi belimbur sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat, baik itu dari masyarakat lokal yang bermukim dipinggir sungai Mahakam, yaitu dari pusat Kota Tenggarong ,kecamatan Loa Janan, hingga Harapan Baru. Bahkan Wisatawan Asing memang khusus datang ke Kutai Kartanegara untuk berkunjung dan antusias menyambut acara puncak Erau Adat Kutai International Folklore And Art Festival ( EIFAF) yaitu belimbur. Belimbur memiliki makna menyucikan diri dari pengaruh jahat dan menambah semangat dalam membangun daerah dan memperkuat tali silaturahmi.
Namun sangat disayangkan banyak sekali oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab saat melaksanakan belimbur, yaitu ada yang menggunakan air lumpur, air parit, bahkan ada yang menggunakan terasi dan lombok lalu dimasukan kedalam plastik es batu.
Menstopkan dan melemparkan atau menyiram ke masyarakat yang sedang melintasi jalan dari arah Tenggarong ke Kota Samarinda dan sebaliknya. Baru-baru ini saya melihat setatus yang dikirim oleh teman-teman dumai di Facebook, mereka mengeluh saat mereka lewat dilempar dengan plastik yang berisi air,  entah itu air dari sungai atau parit dan diisi dengan batu kerikil yang lumayan besar dipinggir jalan. Saat orang yang disiram tidak terima, langsunglah dijawab “adatnya memang begitu, yang kena siram tidak boleh marah”, yang terkena siram terpaksa diam.
Tersebar vidio yang tidak layak ditonton itu di Youtobe dan diunggah ke salah satu grup di Facebook, vidio itu menjadi viral dan banyak yang komentar. Dari sekian banyak komentar yang ada, salah satu akun  berkomentar  “iya adatnya kok gtu sih maen kacak” susu Itu adat apa kok merugikan bininian”.
Buat akun tersebut, maaf sebelumnya. Adatnya itu tidak bersalah, yang bersalah itu oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Tidak ada adat yang mengajarkan hal-hal tidak baik dimasyarakatnya.Menurut saya pribadi, adat kami suku Kutai tidak ada mengajarkan hal-hal yang tidak baik seperti itu Entah oknum itu memang suku Kutai atau orang pendatang. Apabila ia suku Kutai, tolong jangan buat malu suku Kutai.
Akibat dari kelakuan oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut, terdapat pendapat yang negatif tentang acara erau dimasyarakat baik di Tenggarong, Samarinda dan sekitarnya.
Harapan saya, erau tahun depan dan seterusnya mohon diperketat lagi penjagaannya khususnya saat belimbur. Bukan hanya di Tenggarong saja, tapi di setiap kampung yang berada disepanjang pinggiran sungai Mahakam, seperti Rempanga, Loa Kulu, Berhala, Pongkor, Jembayan, Margasari, Loa Duri, Loa Janan, dan sekitarnya.
Serta oknum yang tidak bertanggung jawab harus diberi sanksi yang membuatnya jera dan bila ada kejadian seperti itu lagi, segera laporkan kepada Polisi. Diharapkan bila masyarakat yang lewat membawa anak kecil (balita) tolong jangan disiram, cukup orang tuanya saja yang disiram. Air yang digunakanpun harus air dari sungai Mahakam dan air PDAM saja, jangan menggunakan air parit, lombok, terasi, kulang-kaling, batu (kerikil) dan bahan-bahan lainnya.Agar kejadian-kejadian sebelumnya tidak terulang kembali.


Referensi :
http://eifaf.visitingkutaikartanegara.com/kegiatan/belimbur
https://id.wikipedia.org/wiki/Kutai_Lama,_Anggana,_Kutai_Kartanegara
         

Samarinda, 01 Agustus 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar