Selasa, 04 Desember 2018

Kritikus Sastra dan Pelopor Dokumentasi Sastra Indonesia



Tidak ada yang meragukan kompetensi dan konsistensi Hans Bague Jassin dalam bidang sastra. Ia sempat dijuluki “Paus Sastra Indonesia” oleh Cayus Siagian, karena otoritasnya sebagai kritikus dan esais terkemuka di Indonesia pada dasawarsa 1950-1960an. Oleh Prof. A.A. Teeuw, Jassin disebut sebagai “Wali Penjaga Sastra”.
Hans Bague Jassin atau H.B. Jassin lahir pada tanggal 31 Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara dan meninggal di Jakarta pada 11 Maret 2002. Ayahnya bernama Bague Mantu Jassin, seorang kerani Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) yang berpenghasilan cukup. Ibunya bernama Habiba Jau. Ayahnya sangat mempengaruhi jalan hidup Jassin karena gemar membaca dan mempunyai perpustakaan pribadi. Jassin kecil sering membaca koleksi ayahnya secara diam-diam karena dilarang membaca bacaan orang dewasa. Dia berasal dari keluarga Islam. Istrinya yang pertama bernama Arsita, yang meninggal tanggal 12 Maret 1962. Mereka menikah tahun 1946 dan mempunyai anak bernama Hanibal Jassin dan Mastina Jssin. Setelah Arsita meninggal, H.B. Jassin menikah lagi dengan Yuliko tanggal 16 Desember 1962. Anak mereka dua orang yaitu Yulius Firdaus Jassin dan Helena Magdalena Jassin.
Menurut Jassin, seorang yang mau menjadi kritikus harus mempunyai bakat seniman, berjiwa besar, dan dapat menghindari nafsu dengki, iri hati, benci, dan ria dalam hubungannya dengan seseorang. Selain itu, diperlukan juga pengalaman hidup yang cukup agar dapat melihat suatu persoalan dari berbagai sudut. Dia terkenal sebagai keritikus sastra Indonesia yang tekun dan secara terus-menerus mengikuti perkembangan sastra Indonesia dari dasawarsa 1950an-1970an.
H.B. Jassin pernah diajukan kepengadilan tahun 1970 sebagai penanggung jawab pemuatan cerpen Ki Panjikusmin yang berjudul “Langit Makin Mendung” dalam majalah Sastra yang terbit Agustus 1968. Selain itu, karna ikut menandatangani Manifes Kebudayaan, dia dipecat dari Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 1963 beberapa bulan sebelum G-30-S/PKI meletus.

H.B. Jassin menamatkan pendidikan HIS Gorontalo tahun 1923, HBS-B selama 5 tahun di Medan tahun 1939, dan Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 1957. Kemudian dia memperdalam pengetahuan dalam bidang Ilmu Perbandingan Kesusasteraan di Universitas Yale, Amerika Serikat tahun 1958-1959. Karena jasanya dalam bidang sastra Indonesia, dia menerima Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia tahun 1975. Menurut Prof. Dr. Harsya  W. Bachtiar, Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada waktu itu, pengetahuan orang tentang sastra Indonesia didasarkan pada pengetahuan yang dikembangkan oleh H.B. Jassin.
H.B. Jassin sangat berjasa dalam perkembangan sastra Indonesia karena kegiatan menulis esai dan kritik sastranya. Minat dalam bidang ini dimulai awal tahun 1940an.
H.B. Jassin pernah bekerja di kantor Asisten Residen Gorontalo tahun 1939, sebagai redaktur Balai Pustaka tahun 1940-1942, sebagai dosen di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun1953-1959, sebagai dosen luar biasa di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia sejak tahun 1961 (sebagai dosen pembimbing para mahasiswa yang membuat skripsi), dan menjadi Lektor tetap di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia sejak tahun 1973 hingga pensiun. Dia menjadi pegawai di Lembaga Bahasa Nasional tahun 1954-1973. Dia pernah menjadi redaktur majalah Pudjangga Baroe tahun 1940-1942, Pandji Poestaka tahun1942-1945, Pantja Raja tahun 1945-1947, Mimbar Indonesia tahun 1947-1956, Zenith tahun 1951-1954, Bahasa dan Budaja tahun 1952-1963, Kisah tahun1953-1956, Seni tahun 1955, Sastra  tahun 1961-1964 dan 1967-1969, Medan Ilmu Pengetahuan, Buku Kita, dan Horison sejak tahun 1975 sampai 1980an.

Menurut Sapardi Djoko Damono, dalam banyak kritiknya, Jassin suka mengelu-elukan kevenderungan baru dalam kesusatraan baru, tetapi dalam karya kreatifnya dia sama sekali tidak berminat terhadap pembaharuan. Cerpen-cerpennya dalam Poedjangga Baroe ditulisnya secara lugas, yaitu mencatat kejadian disekelilingnya dengan sedikit komentar. Cerpen-cerpennya itu ditulis dan diterbitkan dalam tiga zaman.
Buku sastra yang ditulis H.B. Jassin cukup banyak, yaitu Angkatan 45 (1951), Tifa Penyair dan Daerahnja (1952), Kesusastraan Indonesia Modern dalam kritik dan esai jilid I-IV (1954,1967; edisibaru 1985), Kesusastraan Dunia dalam Terdjemahan Indonesia (1966) Heboh Sastra 1968: Suatu Pertanggungjawaban (1970). Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia (1963), pengarang Indonesia dan Dunianja (1963), Surat-surat 1943-1983 (1984), Sastra Indonesia dan Perjuangan Bangsa (1993), dan Koran dan Sastra Indonesia (1994).

H.B. Jassin juga tercatat sebagai editor sejumlah buku  yang berupa bunga rampai, yaitu Pantjaran Tjinta: kumpulan tjerita Pendek dan Lukisan (1948), Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi (1948), Kesusastraan Indonesia di Masa Depan (1948), Kisah:13 Tjerita pendek (1955), Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956), Analisis Sorotan Tjerita Pendek (1961), Amir Hamzah Raja Penyair Pudjangga Baru (1962), Pudjangga Baru Prosa dan Puisi (1963), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk dalam polemik (editor bersama dengan Junus Amir Hamzah, 1963), angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968), Polemik: Susatu pembahasan sastra dan kebebasan mentjipta berhadapan dengan Undang-Undang dan agama kumpulan esai yang diterbitkan di Kuala Lumpur tahun 1972, dan kontroversi Al-Qur’an berwajah puisi (1995).
Selain itu, H.B. Jassin juga menerjemahkan beberapa karya asing atau yang terpaut dengan kesusastraan, yaitu renungan Indonesia atau Indonesiche Overpeinzingen karya Sjahrazad (nama samaran Sutan Sjahrir), Terbang Malam dari Vol de Nuit karya A. De St. Exupery (1947), Kisah-kisah dari Rumania terjemahan bersama Taslim Ali dan Carla Rampen dari Nouvelles Roumaines (1964), dan lain-lain.


PDS HB Jassin, Pusat Dokumentasi Sastra Terlengkap di Dunia
Selain dikenal sebagai kritikus sastra, HB Jassin kerap mendokumentasikan berbagai perihal mengenai sastra di Indonesia. Hobi tersebut dilakoninya sejak tahun 1933, dengan tekun ia mengumpulkan berbagai karya sastra, mulai dari berbagai naskah tulisan tangan asli para pengarang, guntingan pers tentang sastra, surat-menyurat para sastrawan, hingga foto asli para sastrawan dalam berbagai kegiatan sastra. Berbagai koleksi tersebut mampu membantunya ketika ia bertugas sebagai dosen di UI dan bekerja di lembaga bahasa dan budaya (sekarang Pusat Bahasa).
Jerih payah HB Jassin dalam mengumpulkan dokumentasi sastra di Indonesia tidak sia-sia, atas prakarsa Ajib Rosidi dan beberapa tokoh lain, pada 28 Juni 1976 dibentuklah sebuah wadah yang bernama Yayasan Dokumentasi HB Jassin. Kemudian pada 30 Mei 1977 diresmikan berdirinya Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin (PDS HB Jassin) yang berlokasi di dalam Kompleks Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya no 73, Jakarta Pusat. PDS HB Jassin kini menjadi pusat dokumentasi terlengkap di dunia, yang mengoleksi berbagai bentuk dokumentasi sastra, mulai dari tulisan tangan asli para sastrawan, surat, guntingan pers, foto, naskah drama (dalam dan luar negeri), majalah, makalah, skripsi dan tesis sastra, kaset, CD, mikrofilm, hingga lukisan.

Pak Agung, salah seorang pegawai PDS HB Jassin mengatakan, sampai tahun 2013 PDS HB Jassin mengoleksi buku fiksi sebanyak 21.300 judul, non fiksi 17.700 judul, buku referensi 475 judul, naskah drama 875, biografi pengarang 870, guntingan pers 130.534, foto pengarang sebanyak 690, rekaman suara 742, skripsi dan disertasi sastra sebanyak 789, dan rekaman gambar 25 kaset. Berbagai koleksi ini berasal dari dalam maupun luar negeri. Karena ruangan tidak mencukupi, bahkan beberapa koleksi masih tersimpan di dalam kardus-kardus.
Dengan tujuan luhur sebagai alat penyadaran akan kekayaan kebudayaan tulis menulis yang ada di Indonesia, PDS HB Jassin berupaya untuk terus menginventarisasi, mengolah, memelihara, sekaligus melestarikan berbagai dokumen kesusastraan Indonesia. Sehingga masyarakat mengetahui akan akar kebudayaan bangsanya, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.

Dibuka setiap Senin hingga Jumat mulai pukul 08.30 sampai 15.30, PDS HB Jassin terbuka untuk siapa saja yang ingin berkunjung, baik perorangan maupun rombongan. PDS HB Jassin juga kerap menjadi tempat bagi mereka yang ingin mempelajari perkembangan sastra di Indonesia. “Banyak yang datang ke sini, mulai dari mahasiswa, peneliti sastra, seniman, penyair, dan penulis juga sering datang ke sini,” tutur Pak Agung melanjutkan.
Meski memiliki koleksi yang sangat lengkap, layanan yang dilakukan di PDS HB Jassin masih menggunakan sistem tertutup, dalam artian pegawai setempat yang akan mencarikan secara manual naskah yang diinginkan pengunjung melalui katalog. Dokumen yang dipinjam di sini tidak boleh dibawa pulang. Kedua hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya perusakan naskah, mengingat naskah-naskah yang menjadi koleksi PDS HB Jassin sebagian besar sudah berumur puluhan tahun. Namun tidak perlu khawatir bagi yang ingin memiliki naskah, di tempat ini terdapat jasa fotokopi naskah dengan harga yang terjangkau.
Selain menjadi gudang kekayaan budaya tulis-menulis di Indonesia, PDS HB Jassin juga kerap mengadakan berbagai acara, seperti pameran dokumentasi sastra dan budaya, diskusi sastra, hingga acara peluncuran buku. Oleh karena itu, PDS HB Jassin tidak hanya menjadi museum semata, melainkan juga menjadi tempat yang tidak pernah sepi dari diskusi-diskusi kebudayaan.

Sumber:
Sugono, Dendy, dkk. 2003. Ensiklopedia Sastra Indonesia Modern. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.