
Hans Bague Jassin atau
H.B. Jassin lahir pada tanggal 31 Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara dan
meninggal di Jakarta pada 11 Maret 2002. Ayahnya bernama Bague Mantu Jassin,
seorang kerani Bataafsche Petroleum
Maatschappij (BPM) yang berpenghasilan cukup. Ibunya bernama Habiba Jau.
Ayahnya sangat mempengaruhi jalan hidup Jassin karena gemar membaca dan
mempunyai perpustakaan pribadi. Jassin kecil sering membaca koleksi ayahnya
secara diam-diam karena dilarang membaca bacaan orang dewasa. Dia berasal dari
keluarga Islam. Istrinya yang pertama bernama Arsita, yang meninggal tanggal 12
Maret 1962. Mereka menikah tahun 1946 dan mempunyai anak bernama Hanibal Jassin
dan Mastina Jssin. Setelah Arsita meninggal, H.B. Jassin menikah lagi dengan
Yuliko tanggal 16 Desember 1962. Anak mereka dua orang yaitu Yulius Firdaus
Jassin dan Helena Magdalena Jassin.
Menurut Jassin, seorang
yang mau menjadi kritikus harus mempunyai bakat seniman, berjiwa besar, dan
dapat menghindari nafsu dengki, iri hati, benci, dan ria dalam hubungannya
dengan seseorang. Selain itu, diperlukan juga pengalaman hidup yang cukup agar
dapat melihat suatu persoalan dari berbagai sudut. Dia terkenal sebagai
keritikus sastra Indonesia yang tekun dan secara terus-menerus mengikuti
perkembangan sastra Indonesia dari dasawarsa 1950an-1970an.
H.B. Jassin pernah
diajukan kepengadilan tahun 1970 sebagai penanggung jawab pemuatan cerpen Ki
Panjikusmin yang berjudul “Langit Makin Mendung” dalam majalah Sastra yang terbit Agustus 1968. Selain
itu, karna ikut menandatangani Manifes Kebudayaan, dia dipecat dari Fakultas
Sastra, Universitas Indonesia tahun 1963 beberapa bulan sebelum G-30-S/PKI
meletus.
H.B. Jassin menamatkan
pendidikan HIS Gorontalo tahun 1923, HBS-B selama 5 tahun di Medan tahun 1939,
dan Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 1957. Kemudian dia memperdalam pengetahuan
dalam bidang Ilmu Perbandingan Kesusasteraan di Universitas Yale, Amerika
Serikat tahun 1958-1959. Karena jasanya dalam bidang sastra Indonesia, dia
menerima Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia tahun 1975. Menurut
Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar, Dekan
Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada waktu itu, pengetahuan orang tentang
sastra Indonesia didasarkan pada pengetahuan yang dikembangkan oleh H.B.
Jassin.
H.B. Jassin sangat
berjasa dalam perkembangan sastra Indonesia karena kegiatan menulis esai dan
kritik sastranya. Minat dalam bidang ini dimulai awal tahun 1940an.
H.B. Jassin pernah
bekerja di kantor Asisten Residen Gorontalo tahun 1939, sebagai redaktur Balai
Pustaka tahun 1940-1942, sebagai dosen di Fakultas Sastra, Universitas
Indonesia tahun1953-1959, sebagai dosen luar biasa di Fakultas Sastra,
Universitas Indonesia sejak tahun 1961 (sebagai dosen pembimbing para mahasiswa
yang membuat skripsi), dan menjadi Lektor tetap di Fakultas Sastra, Universitas
Indonesia sejak tahun 1973 hingga pensiun. Dia menjadi pegawai di Lembaga
Bahasa Nasional tahun 1954-1973. Dia pernah menjadi redaktur majalah Pudjangga Baroe tahun 1940-1942, Pandji Poestaka tahun1942-1945, Pantja Raja tahun 1945-1947, Mimbar Indonesia tahun 1947-1956, Zenith tahun 1951-1954, Bahasa dan Budaja tahun 1952-1963, Kisah tahun1953-1956, Seni tahun 1955, Sastra tahun 1961-1964 dan
1967-1969, Medan Ilmu Pengetahuan, Buku
Kita, dan Horison sejak tahun
1975 sampai 1980an.
Menurut Sapardi Djoko
Damono, dalam banyak kritiknya, Jassin suka mengelu-elukan kevenderungan baru
dalam kesusatraan baru, tetapi dalam karya kreatifnya dia sama sekali tidak
berminat terhadap pembaharuan. Cerpen-cerpennya dalam Poedjangga Baroe ditulisnya secara lugas, yaitu mencatat kejadian
disekelilingnya dengan sedikit komentar. Cerpen-cerpennya itu ditulis dan
diterbitkan dalam tiga zaman.
Buku sastra yang
ditulis H.B. Jassin cukup banyak, yaitu Angkatan
45 (1951), Tifa Penyair dan Daerahnja
(1952), Kesusastraan Indonesia Modern
dalam kritik dan esai jilid I-IV (1954,1967; edisibaru 1985), Kesusastraan Dunia dalam Terdjemahan
Indonesia (1966) Heboh Sastra 1968: Suatu Pertanggungjawaban (1970). Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia
(1963), pengarang Indonesia dan Dunianja (1963), Surat-surat 1943-1983 (1984),
Sastra Indonesia dan Perjuangan Bangsa (1993), dan Koran dan Sastra Indonesia (1994).
H.B. Jassin juga
tercatat sebagai editor sejumlah buku
yang berupa bunga rampai, yaitu Pantjaran
Tjinta: kumpulan tjerita Pendek dan Lukisan (1948), Gema Tanah Air: Prosa dan
Puisi (1948), Kesusastraan Indonesia di Masa Depan (1948), Kisah:13 Tjerita
pendek (1955),
Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956), Analisis Sorotan Tjerita Pendek
(1961), Amir Hamzah Raja Penyair Pudjangga Baru (1962), Pudjangga Baru Prosa
dan Puisi (1963), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk dalam polemik (editor bersama
dengan Junus Amir Hamzah, 1963), angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968), Polemik:
Susatu pembahasan sastra dan kebebasan mentjipta berhadapan dengan
Undang-Undang dan agama kumpulan esai yang diterbitkan di
Kuala Lumpur tahun 1972, dan kontroversi
Al-Qur’an berwajah puisi (1995).
Selain itu, H.B. Jassin
juga menerjemahkan beberapa karya asing atau yang terpaut dengan kesusastraan,
yaitu renungan Indonesia atau Indonesiche
Overpeinzingen karya Sjahrazad (nama samaran Sutan Sjahrir), Terbang Malam dari Vol de Nuit karya A. De St. Exupery (1947), Kisah-kisah dari Rumania terjemahan bersama Taslim Ali dan Carla
Rampen dari Nouvelles Roumaines (1964), dan lain-lain.
PDS HB Jassin, Pusat Dokumentasi Sastra Terlengkap di
Dunia
Selain dikenal sebagai
kritikus sastra, HB Jassin kerap mendokumentasikan berbagai perihal mengenai
sastra di Indonesia. Hobi tersebut dilakoninya sejak tahun 1933, dengan tekun
ia mengumpulkan berbagai karya sastra, mulai dari berbagai naskah tulisan
tangan asli para pengarang, guntingan pers tentang sastra, surat-menyurat para
sastrawan, hingga foto asli para sastrawan dalam berbagai kegiatan sastra.
Berbagai koleksi tersebut mampu membantunya ketika ia bertugas sebagai dosen di
UI dan bekerja di lembaga bahasa dan budaya (sekarang Pusat Bahasa).
Jerih payah HB Jassin dalam
mengumpulkan dokumentasi sastra di Indonesia tidak sia-sia, atas prakarsa Ajib
Rosidi dan beberapa tokoh lain, pada 28 Juni 1976 dibentuklah sebuah wadah yang
bernama Yayasan Dokumentasi HB Jassin. Kemudian pada 30 Mei 1977 diresmikan
berdirinya Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin (PDS HB Jassin) yang berlokasi di
dalam Kompleks Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya no 73, Jakarta Pusat.
PDS HB Jassin kini menjadi pusat dokumentasi terlengkap di dunia, yang
mengoleksi berbagai bentuk dokumentasi sastra, mulai dari tulisan tangan asli
para sastrawan, surat, guntingan pers, foto, naskah drama (dalam dan luar
negeri), majalah, makalah, skripsi dan tesis sastra, kaset, CD, mikrofilm,
hingga lukisan.
Pak Agung, salah seorang
pegawai PDS HB Jassin mengatakan, sampai tahun 2013 PDS HB Jassin mengoleksi
buku fiksi sebanyak 21.300 judul, non fiksi 17.700 judul, buku referensi 475
judul, naskah drama 875, biografi pengarang 870, guntingan pers 130.534, foto
pengarang sebanyak 690, rekaman suara 742, skripsi dan disertasi sastra
sebanyak 789, dan rekaman gambar 25 kaset. Berbagai koleksi ini berasal dari
dalam maupun luar negeri. Karena ruangan tidak mencukupi, bahkan beberapa
koleksi masih tersimpan di dalam kardus-kardus.
Dengan tujuan luhur sebagai
alat penyadaran akan kekayaan kebudayaan tulis menulis yang ada di Indonesia,
PDS HB Jassin berupaya untuk terus menginventarisasi, mengolah, memelihara,
sekaligus melestarikan berbagai dokumen kesusastraan Indonesia. Sehingga
masyarakat mengetahui akan akar kebudayaan bangsanya, karena bangsa yang besar adalah
bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.
Dibuka setiap Senin hingga
Jumat mulai pukul 08.30 sampai 15.30, PDS HB Jassin terbuka untuk siapa saja
yang ingin berkunjung, baik perorangan maupun rombongan. PDS HB Jassin juga
kerap menjadi tempat bagi mereka yang ingin mempelajari perkembangan sastra di
Indonesia. “Banyak yang datang ke sini, mulai dari mahasiswa, peneliti sastra,
seniman, penyair, dan penulis juga sering datang ke sini,” tutur Pak Agung
melanjutkan.
Meski memiliki koleksi yang
sangat lengkap, layanan yang dilakukan di PDS HB Jassin masih menggunakan
sistem tertutup, dalam artian pegawai setempat yang akan mencarikan secara
manual naskah yang diinginkan pengunjung melalui katalog. Dokumen yang dipinjam
di sini tidak boleh dibawa pulang. Kedua hal tersebut dilakukan untuk
menghindari terjadinya perusakan naskah, mengingat naskah-naskah yang menjadi
koleksi PDS HB Jassin sebagian besar sudah berumur puluhan tahun. Namun tidak
perlu khawatir bagi yang ingin memiliki naskah, di tempat ini terdapat jasa
fotokopi naskah dengan harga yang terjangkau.
Selain menjadi gudang
kekayaan budaya tulis-menulis di Indonesia, PDS HB Jassin juga kerap mengadakan
berbagai acara, seperti pameran dokumentasi sastra dan budaya, diskusi sastra,
hingga acara peluncuran buku. Oleh karena itu, PDS HB Jassin tidak hanya
menjadi museum semata, melainkan juga menjadi tempat yang tidak pernah sepi
dari diskusi-diskusi kebudayaan.
Sumber:
Sugono, Dendy, dkk. 2003. Ensiklopedia Sastra Indonesia Modern. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional.